MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP.101/MEN/VI/2004
TENTANG
TATA CARA PERIJINAN
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH
MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
|
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa sebagai pelaksana Pasal 66 ayat (3) Undang-undang
Nomor13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai tata
cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
|
|
|
b.
|
bahwa untuk
itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1951 Nomor 4);
|
|
|
2.
|
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4279);
|
|
|
3.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
|
Memperhatikan
|
:
|
1
|
Pokok-pokok
Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 20 April
2004;
|
|
|
2.
|
Kesepakatan
Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 April 2004;
|
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
|
:
|
KEPUTUSAN MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA
PERIJINAN PERUSAHAAN PENYEDIA JASA/BURUH.
|
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini
yang dimaksud dengan :
1.
|
Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
|
2.
|
Pengusaha adalah
|
|
a.
|
orang
perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
|
b.
|
orang perseorangan,
persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan muliknya;
|
c
|
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudkan di luar wilayah Indonesia.
|
|
3.
|
Perusahaan adalah
|
|
a.
|
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
|
|
b.
|
usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurusan dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau
nimbalan dalam bentuk lain.
|
4.
|
Perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan berbadan
hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan
di perusahaan pemberi pekerjaan.
|
5.
|
Menteri
adalah Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi
|
Pasal 2
(1)
|
Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai
domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh.
|
(2)
|
Untuk mendapatkan ijinoperasional perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan menyampaikan permohonan dengan melampirkan:
|
a.
|
copy
pengesahan sebagai badab hukum berbentuk Perseorangan Terbatas atau
Koperasi;
|
b.
|
copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat
kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh;
|
c.
|
copy SIUP;
|
d.
|
copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih
berlaku.
|
|
|
(3)
|
Instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah
menerbitkan ijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu paling lama 30m (tiga
puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
|
Pasal 3
Ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku di seluruh
Indonesia untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 4
Dalam hal perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan
pemberian pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis
yang sekurang-kurangnya memuat :
a.
|
jenis pekerjaan
yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan jasa;
|
b.
|
penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan
sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara
perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerrjakan
perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan,
syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul manjadi tanggung jawab
perusahaan -enyedia jasa pekerja/buruh;
|
c.
|
penegasan bahwa perusahaan penydia jasaja/burh bersedia menerima
pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk
jenis-jenis pekerja yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja
dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
|
Pasal 5
(1)
|
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan
|
(2)
|
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerjaan/buruh
melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam
wilayah lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu proinsi, maka
pendaftaran dilakukan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan provinsi.
|
(3)
|
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam
wilayah lebih dari satu provinsi, maka pendaftaran dilakukan pada
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.
|
(4)
|
Pendaftaran
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
harus melampirkan draft perjanjian kerja.
|
Pasal 6
(1)
|
Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawaab di bidang
ketenagakerjaan melakukan perjanjian tersebut;
|
(2)
|
Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka
pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menerbitkan
bukti pendaftaran.
|
(3)
|
Dalam hal terdaftar ketentuan yang tidak sesuai dengan
ketentuan pasal 4, maka pejabat yang bertnaggung jawab di bidang
ketenagakerjaan membuat catatan pada bukti pendaftaran bahwa perjanjian
dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4.
|
Pasal 7
(1)
|
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak
mendaftarkan perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggung
jawab di bdang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
mencabut ijin operasional perusahaan penyedia jasa keperja/buruh yang
bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
(2)
|
Dalam hal ijin operasional dicabut, hak-hak
pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh yang bersangkutan.
|
|